Museum Timah Indonesia Muntok Pulau Bangka
Berkunjung
ke Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, tak lengkap rasanya jika
belum mengunjungi Museum Timah Indonesia Muntok. Museum yang dicat warna putih
ini mampu merefleksikan sejarah Kota Muntok yang tak lepas dari geliat usaha
pertambangan timah.
Di sela-sela kegiatan meliput kegiatan di
KPPBC Pangkal Pinang di awal September lalu, kami diajak melancong ke Kota Muntok. Kota legendaris di wilayah
barat Pulau Bangka ini ternyata banyak destinasi penting bagi perjalanan
sejarah dan perekonomian Bangka Belitung. Selain diajak berkeliling areal PT
Timah, dan Wisma Pesanggrahan tempat para pejuang kemerdekaan kita ditawan, kami pun diberi kesempatan untuk
berkunjung ke Museum Timah yang menyimpan banyak kenangan itu.
Menurut penuturan Kepala Museum Timah
Indonesia Muntok, Fahrizal Abubakar, sejak
tanggal 7 November 2013 museum ini dibuka untuk umum. Bangunan museum ini
kental khas arsitektur Eropa yang merupakan warisan sejarah dibuat pada zaman
kolonial Belanda. Dulunya bangunan ini berfungsi sebagai kantor divisi
pertimahan Belanda yang kemudian sempat diambil alih oleh bala tentara Jepang. Setelah
kemerdekaan Indonesia, bangunan setinggi tiga lantai ini kondisinya sempat
terabaikan. Beberapa bagian bangunan ada yang lapuk dan runtuh. Upaya
konservasi kemudian dilakukan oleh PT Timah Tbk, hingga akhirnya dijadikan
museum yang terbuka untuk masyarakat umum.
Di dalam museum bisa ditemukan berbagai
replika alat-alat pertambangan timah, alat tenun, atribut prajurit masa perang
dunia kedua, serta disediakannya tayangan audio visual terkait
peristiwa-peristiwa bersejarah. Selain berfungsi
sebagai museum, ruang yang ada di lantai dua juga digunakan sebagai perpustakaan
dan ruang pertemuan yang mampu menampung hingga 100 orang peserta. Fahrizal
Abubakar, mengatakan, bangunan museum telah direnovasi, namun tidak mengubah
struktur utamanya. Pihaknya ingin setiap bagian dari museum ini berisikan nilai
sejarah.
Kota Muntok rupanya tak hanya terngiang akan
produksi timahnya yang besar. Sekadar menyegarkan ingatan akan pelajaran
sejarah di sekolah, di kota inilah Bung Karno dan beberapa tokoh pejuang pernah
diasingkan. Bergeser ke luar kota, terdapat museum gudang ransum, rumah kapiten
peninggalan etnis Tionghoa serta kompleks Istana Menumbing dan Wisma Pesanggrahan
yang legendaris karena pernah dijadikan lokasi pengasingan Bung Karno.
Ketika
menjelajahi museum ini anda akan mendapatkan sebanyak sembilan galeri. Galeri
pertama, anda akan menemukan lintas sejarah Bangka dan Muntok. Galeri kedua,
bagaimana sosial budaya Muntok, ketiga tentang sejarah PD II di Muntok, keempat
menceritakan sejarah pengasingan Bung Karno, kelima berisikan seputar geologi
dan eksplorasi, keenam dan ketujuh menginformasikan tentang sejarah pengetahuan
penambangan darat dan laut, kedelapan berisi pengetahuan peleburan timah, dan
terakhir atau galeri kesembilan yaitu sarana dan prasarana kreasi anak zaman.
Di
galeri pertama kita akan menemukan catatan sejarah paling awal tentang Bangka.
Adalah prasasti Kota Kapur yang berasal dari tahun 686 Masehi pada zaman
Sriwijaya yang mengawalinya. Bangka selanjutnya masuk ke wilayah
kesultanan Palembang Darussalam. Kota Muntok menurut legenda pertama kali
disebut oleh Masayu Zamnah, permaisuri Sultan Mahmud Badaruddin I dari
pulau Siantan, Anambas. Ketika ia berkunjung ke kawasan di ujung pulau Bangka
berkata “entoklah” yang bermakna “inilah”.
Muntok
selanjutnya menjadi hunian keluarga sultan dari Siantan. Melahirkan budaya baru
yaitu bahasa Melayu dialek Muntok yang berakhiran e (eu). Gelar bangsawan di
Muntok pun unik, yaitu Abang untuk pria dan Yang untuk perempuan. Karena lidah
Melayu orang Bangka, kata Muntok dilafalkan menjadi Mentok. Pada masa kolonial,
kata Muntok diubah menjadi Minto untuk menghormati Lord Minto, gubernur
jenderal Inggris di Singapura.
Begitu
pentingnya Muntok, pemerintah membangun lapangan terbang di Muntok untuk
memperlancar distribusi timah. Lapangan terbang Muntok yang dibangun tahun 1924
merupakan lapangan terbang tertua di Indonesia setelah lapangan terbang Tjililitan
di Batavia. Nama Muntok kembali muncul dalam catatan sejarah sebagai tempat
pengasingan beberapa tokoh kemerdekaan. Termasuk duo proklamator, Bung Hatta
pada tahun 1948 dan Bung Karno pada tahun 1949.
Di ruang galeri Geologi dan Eksplorasi serta Galeri Tambang Darat dan Tambang
Laut dipamerkan peta pertambangan timah di dunia dan
Indonesia, alat untuk mengukur kandungan timah, alat pemetaan wilayah,
jenis-jenis timah mentah dan alat eksploitasi timah. Hanya ada dua tempat di
Indonesia yang memiliki kandungan timah besar yakni Karimun dan Kundur di Kepri
serta Bangka-Belitung. Di galeri Peleburan Timah
dijelaskan sejarah peleburan logam dari masa ke masa. Peleburan
timah pertama di dunia terjadi di Turki pada tahun 1500 SM
ketika seseorang mencampurkan tembaga dan timah menjadi perunggu. Di Bangka
sendiri, peleburan timah telah berlangsung mulai abad ke-10. Ruangan ini
menjabarkan dengan detail proses peleburan bijih timah di PT Timah dan beberapa
sampel timah olahan siap jual.
Kemudian kami diajak memasuki ruangan selanjutnya yaitu Galeri Sarana Prasarana yang memamerkan foto-foto lama
kota Muntok tempo doeloe, termasuk peta kota tua Muntok. Galeri Bung Karno menampilkan foto ketika Bung
Karno dan kawan-kawan diasingkan ke Muntok. Termasuk miniatur Wisma Ranggam dan
Wisma Menumbing, gedung tempat tokoh-tokoh diasingkan di Muntok.
Bagian paling menarik di museum ini berada
di galeri terakhir Galeri Vivian Bullwinkel. Galeri yang seluruh display
ditampilkan dalam bahasa Inggris ini khusus dipersembahkan oleh Angkatan Darat
Australia untuk mengenang seorang perawat tentara perang yang pernah bekerja di
RS Angkatan Darat Australia di Singapura pada perang dunia ke-2 : Letnan
Perawat Vivian Bullwinkel. Pada 1942, Singapura dikuasai Jepang.
Vivian beserta dua ribu lebih warga sipil, 65 perawat dan tentara Inggris
naik kapal Vyner Brooke menuju Australia. Di selat Bangka, kapalnya dibom
Jepang hingga tenggelam.
Vivian dan 21 perawat lainnya lolos dari
maut. Setelah terombang-ambing selama 18 jam, mereka berhasil berenang ke
pantai dekat mercusuar Tanjung Kalian. Keesokan harinya, tentara Jepang
mengetahui keberadaan mereka. Vivian dan kawan-kawan diberondong peluru Jepang.
Vivian kembali lolos dari maut karena pura-pura tewas. Ia akhirnya kembali
pulang ke Australia, meski sempat ditahan oleh Jepang di Bangka. Tahun 1993,
Vivian kembali ke Bangka meresmikan prasasti peringatan Vyner Brooke di
tepi pantai Tanjung Kalian.
Rupanya PT Timah amat menghargai sejarah dengan baik.
Museum ini tak hanya bercerita tentang timah semata, tetapi juga sejarah dan
budaya Indonesia khususnya di Bangka. Tak hanya tampilan yang bagus dan detail,
kilasan sejarah diceritakan amat detail dan runtut. Plus pemandu yang ramah dan
mumpuni. (pomo)
Museum Timah Indonesia:
Komentar
Posting Komentar