Rona Pelangi di Lereng Merapi



“Merapi tak pernah ingkar janji.” Tulisan tangan di dinding bangunan tua itu nyata membekas di benak kami.

 


Beragam imajinasi terlintas di kepala setiap akan mudik ke Jogja. Jujur, kami belum terlalu mengenal Jogja dengan segala isinya. Walaupun selama lebih dari lima tahun kami pernah tinggal di kota ini. Tapi, nyatanya kenangan itu semua tlah lama berlalu. Inilah saatnya bagi kami memperluas sudut pandang dalam memaknai perjalanan. Sejenak mata kami terbuka dan tak henti terpesona dengan Yogyakarta.
Kian nyata, kami mengagumi keindahan bentang alamnya, kekayaan sejarah, keragaman budaya dan seni batiknya, dan keramahan pribuminya. Kami ingin mengenang sejenak jejak kaki yang sudah terpatri di beberapa tempat di “Gerbang Selatan Pulau Jawa” ini. Ya, tujuan pertama kami ke Gunung Merapi.
Seakan terbangun dan tersadar dari mimpi, dengan lembut perempuan muda bersahaja menawari kami, “mau minum teh atau kopi?” Menggunakan Jeep Willys oranye milik Mas Sugianto kami diajak menyusuri lereng Merapi, mulai dari Kaliurang, Kepuharjo, Kinahrejo, Museum Mini, Kalikuning, hingga bunker Kaliadem. Perjalanan dengan kendaraan adventurer ini sungguh menyenangkan. Sesaat kami larut dalam suasana, lupa akan hiruk pikuk Jakarta.
Di sepanjang jalan kami disuguhi sisa keganasan erupsi Merapi yang menyapu Desa Kinahrejo dan sekitarnya. Bekas hunian warga yang ambruk, timbunan material vulkanik berupa pasir dan kerikil, serta batu-batu berukuran besar yang dimuntahkan dari perut gunung kami temui di sepanjang jalan. Di saat menyusuri jalan pulang, kami diajak melongok “batu alien” melewati jalur offroad yang sangat menantang.


Gumpalan awan bergulung bersatu dengan goresan bukit yang indah, seolah tepat berada di atas tempat kami berdiri. Segaris langit kekuningan hendak tenggelam dari balik cakrawala. Saat hendak kami menuju puncak, lautan awan tadi masih terbayang. Kesan apalagi yang diberikan sang alam?
Kesejukan dan pemandangan eksotis adalah hadiah terindah yang diberikan Merapi kepada kami saat itu. Terlebih saat kami berdiri di sudut tertinggi menyaksikan gugusan Merapi yang begitu gagah walau dikerubungi awan-awan. Punggungan bukit begitu hijau dan menyegarkan mata. Hijaunya daun ditemani kicauan burung membuat damai dan tenteram hati ini.
Inilah gunung legendaris. Cukuplah kala pagi memandang panorama dari Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Sulit menebak cuaca di gunung ini. Memang, Merapi tak pernah ingkar janji. Seisi alamnya berjalan sebagaimana mestinya. Jika saatnya cerah, dia akan cerah. Begitu pula sebaliknya. 


Museum Mini
Tibalah kami di sebuah komplek bangunan yang hanya tinggal puing tersisa. Ya, tempat ini diberi nama “museum mini” yang berjarak sekitar empat kilometer dari puncak Merapi. Area ini sudah masuk zona merah alias tidak boleh dijadikan area pemukiman bagi warga. Museum mini tersebut berisi beragam benda rumah tangga dan sisa tulang belulang ternak yang menjadi saksi panasnya aliran awan panas yang keluar dari gunung yang konon sudah meletus 68 kali sejak 1548 itu.


Dalam museum sederhana tersebut juga terpampang foto-foto sebelum dan sesudah erupsi Merapi. Museum ini ingin memberikan gambaran seperti apa bencana alam tersebut terjadi. Pengunjung bisa bebas mengambil gambar benda-benda yang dipajang. Namun, ada satu ruangan yang berisi benda pusaka seperti keris yang tidak boleh diambil gambarnya. Di halaman museum ini terpasang kerangka sepeda motor dan plang tulisan “omahku memoriku.” 


Ada juga “museum sisa hartaku” yang berada di Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Yogyakarta ini adalah milik bapak keluarga Riyanto. Di beberapa ruangannya, dipajang juga perabotan rumah tangga yang terkena dampak awan panas. Cangkir, gelas, teko, panci semuanya rusak. Beberapa barang yang terbuat dari plastik dan kaca pun meleleh seperti televisi, mini compo, kaset, compact disc, botol minuman, pigura foto, jam dinding, dan lainnya. Di tempat ini banyak sekali tersimpan kenangan pilu. Kenangan tentang Merapi yang tak pernah ingkari janji. (pomo)



Komentar

Postingan Populer