Sumbangsih Sumbawa Kepada Negara
Sebagai kantor yang
memiliki karakter penerimaan, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Sumbawa merupakan andalan di wilayahnya. Hampir 75 persen
penerimaan Kanwil Bea Cukai Bali, NTB, NTT diperoleh dari kantor ini.
Hawa
panas menyengat langsung terasa ketika kami menginjakkan kaki di ‘Tana Samawa.’
Karakter pulau yang diapit Pulau Lombok di sebelah barat dan Pulau Komodo di
sebelah timur ini memang dominan berbatu. Bahkan sebagian orang percaya akan
mitos yang menyebutkan bahwa Pulau Sumbawa adalah batu raksasa yang tiba-tiba muncul
dari lautan.
Secara
geografis Pulau Sumbawa dan juga Lombok mempunyai banyak kemiripan dengan Pulau
Jawa dan Bali. Cuacanya kering dan panas dengan daratan yang didominasi oleh
padang savana dan kontur daratan yang berupa gunung-gunung. Namun di Sumbawa gunungnya
ditumbuhi oleh pepohonan kerdil dengan daun yang cenderung kecil, juga bebatuan
yang menyembul dari dalam tanah.
Di pulau inilah Kantor Pengawasan
dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Pratama Bima berdiri. Setelah puluhan
tahun kantor ini berada di Kota Bima, ujung timur Pulau Sumbawa, maka sejak 1
April 2015 kantor berpindah ke wilayah Sumbawa Besar. Keputusan ini sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 206.3/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Kemudian
pembentukan kantor baru Sumbawa yang tadinya berdomisili di Bima itu dikukuhkan
dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor KEP 69/BC/2015.
Posisi kantor yang baru setahun berada di
Sumbawa Besar ini menjadikan jarak ke stakeholder
menjadi lebih dekat, serta dalam hal pengawasan posisinya lebih sentral. Di
samping itu, bagi para pegawai di sana, koordinasi kerja ke Pulau Lombok yaitu
KPPBC Mataram dan Kanwil DJBC di Bali juga dirasa lebih mudah dan murah. Kondisi
ini dirasakan cukup membantu kinerja para pegawai di sana.
Realita saat ini KPPBC Sumbawa mengawasi sekitar
54 ribu kilometer persegi dengan jumlah personel sebanyak 17 orang pegawai. Adapun
wilayah kerja KPPBC Sumbawa meliputi Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten
Dompu, Kabupaten Sumbawa Besar, dan Kabupaten Sumbawa Barat. Di Sumbawa Besar wilayah
kerja pengawasan meliputi Pelabuhan Laut Badas, Pos Pengawasan Mata Plampang,
Labuhan Alas, Labuang Burung, Pelabuhan Udara Brang Biji, dan Pelabuhan Laut
Feri Pototano.
Di Sumbawa Barat ada Kantor Bantu Benete dengan
pelabuhan lautnya, serta Pos Pengawasan Taliwang. Di Kota Bima ada Kantor Bantu
Pengawasan Pelabuhan Laut Bima. Sementara itu di Kabupaten Bima ada Pos
Pengawasan Pelabuhan Laut Feri Sape dan Pos Pengawasan Pelabuhan Udara Palibelo.
Sementara di Kabupaten Dompu ada Pos Pengawasan Kempo dan Calabai.
Berbicara mengenai penerimaan, kantor ini memiliki
target yang tidak sedikit. Tahun 2015 kantor ini diberi target Rp 760 miliar,
namun kantor ini melebihinya dengan mencapai Rp 1,5 triliun. Luar biasa besar. Situasi
surplus itu membuat di 2016 targetnya dinaikkan menjadi Rp 1,1 triliun. “Sehingga
jika dibagi rata beban kerja kami, satu orang itu harus mengumpulkan sebanyak
Rp 100 miliar. Alhamdulillah hingga sekarang, per 1 Juli 2016, sudah terkumpul
sebanyak Rp 671 miliar. Karena posisi kantor kami di sini, di titik sentral
sehingga memudahkan kami dalam hal pengawasan dan pelayanan terutama ke stakeholder utama PT Newmont Nusa
Tenggara (PT NNT),” ujar Kepala KPPBC Sumbawa Nur Cahyono Mustika Jati.
Kepala kantor yang akrab disapa Cahyo ini
mengungkapkan faktor yang menyebabkan surplusnya target penerimaan kantornya di
2015 lalu dikarenakan meningkatnya ekspor produk pertambangan berupa konsentrat
tembaga PT NNT. Perusahaan pertambangan di wilayah Benete Sumbawa Barat itu
menyumbang sebesar Rp 1,4 triliun atau mencapai 115 persen dari target yang telah
ditetapkan.
Sedangkan penerimaan Bea Masuk di 2015 terealisasi
sebesar Rp 65 miliar atau 63 persen dari target. Tidak terpenuhinya target bea
masuk ini dikarenakan beberapa importasi yang mendapat fasilitas pembebasan bea
masuk terutama importasi dari negara-negara Asean (Form D). Selain itu ada juga
faktor berkurangnya kegiatan di lokasi tambang tersebut, sehingga importasi
terhadap alat-alat pendukung berupa peralatan tambang juga berkurang.
“Kegiatan ekspor komoditas umum di wilayah kerja
kami melalui Pelabuhan Badas adalah berupa jagung. Sementara impornya adalah
aspal curah untuk keperluan infrastruktur jalan di Pulau Sumbawa dan juga
Lombok. Sementara ekspor di pelabuhan khusus PT NNT di Kawasan Proyek Batu
Hijau Benete kita ada kegiatan ekspor konsentrat tembaga sebanyak lima hingga
enam kapal dalam sebulan. Sedangkan impornya yang didominasi alat-alat berat
untuk keperluan penambangan PT NNT,” terang Cahyo.
Newmont Andalan
Penerimaan
KPPBC Sumbawa itu uniknya adalah kantor kecil
namun berpotensi besar. Potensi barang tambang dan mineral di Pulau Sumbawa
sangat kaya. Ada besi, mangan, bauksit, tembaga, dan juga emas. Saat ini
tercatat hanya PT NNT yang beroperasi melakukan penambangan di Sumbawa. Semula ada
tiga perusahaan lokal pengekspor bijih besi di pulau ini, namun kini ketiganya
gulung tikar. Kendala utama bagi pengiat tambang lokal ini ada di Undang-undang
Minerba dan izin ekspor.
PT NNT sendiri memperoleh izin ekspor setelah
dicapai kesepakatan dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM untuk
membayar joint-fee sebesar USD 2,5 Juta sebagai jaminan pembangunan smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian
konsentrat). Dan PT NNT memperoleh keringanan penurunan pembayaran bea keluar,
dari tahun sebelumnya membayar 40 persen dan saat ini di 2016 hanya diwajibkan
membayar 7 persen saja. “Sebagai aparatur fiskal yang menjalankan tugas revenue
collector negara, selama ada Surat Persetujuan Ekspor (SPE) kami akan
layani,” ujar Cahyo.
Dalam laman resminya (www.ptnnt.co.id) disebutkan bahwa PT NNT
merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara
Partnership B.V, PT Multi Daerah Bersaing (PT MDB), PT Pukuafu Indah dan PT
Indonesia Masbaga Investama. Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator PT
NNT yang melakukan penambangan di Batu Hijau. Tambang Batu Hijau merupakan
tambang tembaga dengan mineral ikutan emas dan terletak di sebelah barat daya
pulau Sumbawa, di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi NTB.
Temuan cebakan tembaga porfiri dimulai pada
1990, yang kemudian diberi nama proyek Batu Hijau. Setelah melalui pengkajian
teknis dan lingkungan selama enam tahun, pada 1996 Pemerintah Indonesia
mengesahkan dokumen ANDAL untuk PT NNT, dan pada 1997 pembangunan Proyek Batu
Hijau resmi dimulai dengan total investasi USD 1,8 Miliar. Selanjutnya perusahaan
ini mulai beroperasi secara penuh pada Maret 2000 hingga sekarang. Saat ini PT
NNT ditargetkan memproduksi 700.000 ton konsentrat tembaga.
Karena tugas dan fungsi KPPBC Sumbawa dominan ada
di bidang industri pertambangan terutama di PT NNT, dan di pertambangan
patokannya ada di ‘kadar’ maka pengawasan kadar dilakukan secermat mungkin.
Dari mulai proses pengambilan sampel, proses uji laboratorium, dan drafting dilakukan
petugas Bea Cukai secara saksama karena itu merupakan pintu masuk untuk
menentukan bea keluar.
Menurut Cahyo, pihaknya juga melakukan
pendekatan personal dengan rekan di Sucofindo dalam hal pengetahuan kandungan hasil
tambang. Ditambah lagi karena memang petugas Bea Cukai satu mess dengan petugas
Sucofindo di PT NNT. “Kami banyak belajar dari mereka mengenai cara memperoleh
kadar konsentrat yang bagus. Kami harus melakukan pengawasan secara ketat
sampai benar-benar yakin bahwa yang kita uji sampelnya memang dari lapangan.
Jadi perjalanan pengambilan sampel itu kita pantau terus. Kita bahkan lakukan
kroscek uji laboratorium keluar wilayah seperti BPIB Cempaka Putih Jakarta atau
Surabaya,” tambah Cahyo.
Selain pelayanan ekspor barang tambang berupa
konsentrat tembaga dan emas di PT NNT, secara umum pelayanan di kantor ini
berupa ekspor maupun impor, tapi fokusnya memang di pelayanan ekspor. Kegiatan
ekspor yang umumnya di tahun ini ada beragam komoditas, antara lain minerba,
ikan, dan jagung. Ikan kerapu terutama terkonsentrasi di Pulau Rakit, sementara
jagung menyebar di seluruh Pulau Sumbawa.
“Dalam
pelayanan kita mencoba jemput bola, sebagai bentuk trade fasilitator. Kondisi geografis Sumbawa ini yang masih sulit
sementara stakeholder membutuhkan
pelayanan cepat maka kami membuka Kantor Bantu di Bima dan Benete di kawasan PT
NNT,” ujar Cahyo. Sementara untuk pengawasan barang kena cukai (BKC) terutama
minuman keras itu ada enam pengusaha di seluruh Sumbawa.
Untuk
pengusaha BKC diantaranya terdapat di Pantai Lakey dan Pulau Moyo. Dua tempat
itu memang terkenal dengan kunjungan wisatawannya yang tinggi. Khusus Pulau
Moyo banyak disinggahi turis asing karena merupakan jalur singgah wisatawan
dari Bali dan Gili Trawangan yang akan menuju ke Pulau Komodo. Selain dua
tempat itu, destinasi wisata andalan di Pulau Sumbawa antara lain Pantai Baru,
Pantai Kencana, Tanjung Menangis, Teluk Saleh, Pulau Satonda, dan Gunung
Tambora
Sementara
itu Kepala Sub Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan KPPBC Sumbawa, Herman, mengungkapkan
di 2015 lalu penegahan cukai yang dilakukan KPPBC Sumbawa sebanyak lima kasus,
terutama peredaran rokok tanpa pita cukai. “Kami rutin melakukan sosialisasi
mengenai kepabeanan dan cukai ke seluruh pelosok pulau. Kami juga sudah
melakukan koordinasi dengan Pemda Bima dan Kabupaten Sumbawa Besar dalam hal
sosialisai di bidang cukai. Setahun bisa 18 kali sosialisasi,” ujar Herman yang
dikenal mahir menggunakan beragam bahasa daerah, diantaranya Bahasa Bima,
Sumbawa, dan Bali. (pomo)
Capaian Penerimaan KPPBC Sumbawa di Tahun 2015
Jenis
Penerimaan
|
Target
(Rp)
|
Realisasi
(Rp)
|
Persentase
(%)
|
Bea Masuk
|
102.539.872.000
|
65.073.703.000
|
63.46
|
Bea Keluar
|
1.210.007.000.000
|
1.400.406.225.000
|
115.74
|
Total
|
1.312.546.872.000
|
1.465.479.928.000
|
111.65
|
Sumber:
KPPBC Tipe Pratama Sumbawa
Komentar
Posting Komentar