Gamalama 'Ternate'
Pusat jajan di pinggir Pantai Falajawa Kota Ternate |
Ternate, sebuah pulau kecil yang cantik dan unik. Gunung
Gamalama nan indah menjulang menjadi lansekap dan latar kota. Pulau di
sekitarnya seperti Tidore dan Maitara yang juga dibentuk gunung berapi
menunjukkan bahwa memang wilayah ini sarat dengan aktivitas vulkanik.
Gunung-gunung hijau tersebut berpadu serasi dengan lautan yang biru. Menyajikan
pemandangan elok luar biasa.
Selain budayanya, Ternate juga sohor akan alam dan sejarah
yang mengiringinya. Gamalama rupanya punya makna tersendiri bagi warga Ternate.
Gunung ini menjadi latar belakang setiap kegiatan masyarakatnya. Aktivitas
gunung ini juga membuat bumi Ternate begitu kaya akan unsur hara yang menyuburkan
dan ideal untuk tumbuhnya tanaman rempah yang membuat pulau ini masyhur hingga
ke daratan Eropa.
Letak Maluku Utara yang berhadapan langsung dengan Samudera
Pasifik juga membawa hasil laut yang melimpah. Berbagai jenis ikan segar dapat
dengan mudah didapat dan dikonsumsi sehari-hari oleh warga. Tercatat jenis ikan
unggulan seperti kerapu, tuna ekor kuning, dan napoleon banyak tersebar di
perairan ini. Kekayaan laut dan kesuburan tanah dari gunung seolah bertemu dan
berpadu di Ternate mencurahkan limpahan rejeki bagi masyarakatnya.
Kami menemui
Kepala Kantor Bea Cukai Ternate Nyoman Adhi Suryadnyana untuk menggali lebih
jauh seluk beluk wilayah ini. Berbincang dengan Nyoman perihal Maluku Utara
juga Ternate sungguh mengasyikkan. Rupanya pejabat Bea Cukai satu ini cukup
fasih bicara sejarah nasional. Menurutnya, Islam di Ternate mempunyai sejarah
panjang.
Pada masa keemasannya, Kesultanan Ternate dan Tidore pernah
menjadi kerajaan Islam yang sangat berpengaruh di bagian timur Nusantara.
Pengaruh Ternate pada masa kekuasaan Sultan Babullah bahkan terbentang hingga
Mindanao dan Kepulauan Marshall di Samudera Pasifik. Memang, hingga kini nuansa
islami masih terasa mewarnai kehidupan masyarakat Ternate dimana lebih dari 90
persen penduduknya adalah muslim.
Menurut Nyoman, kisah
besar negeri kepulauan ini dimulai dari pulau kakak-beradik, Ternate dan
Tidore. Awalnya Ternate dikuasai Portugis, sementara Tidore oleh Spanyol pada
abad ke-15. Masa itu sebelum Belanda masuk kawasan nusantara. Dulunya wilayah
ini tak bertuan. Kemudian masuklah para pedagang dari Yaman dan Gujarat India,
salah satunya adalah tokoh Islam Syeh Maulana. Kemudian beliau menetap dan memiliki
empat orang anak. Anak pertama jadi raja di Kesultanan Tidore, anak kedua di
Kesultanan Bacan, ketiga di Jailolo, dan keempat di Kesultanan Ternate.
Wilayah ini
disebut juga Mouluku Key Raha. Key itu berarti gunung dan raha adalah empat,
jadi wilayah empat gunung. Kesultanan Tidore kekuasaannya meliputi seluruh
wilayah Maluku, Papua, dan Papua Barat. Ketika Belanda akan menganeksasi Maluku
dan Papua, maka terjadi aksi pembebasan Irian Barat yang menewaskan pahlawan
bangsa Laksamana Yos Sudarso pada 1962.
Situasi itu
membuat Indonesia dan Belanda harus menyelesaikan sengketa hingga ke meja
perundingan di Perancis. Kemudian PBB memutuskan memberikan keleluasaan kepada
Sultan Tidore sebagai anak sulung pewaris tahta untuk menentukan masa depannya.
Dengan segala cara Belanda membujuk Sultan Tidore agar berada di pihaknya.
Namun pada akhirnya Sultan Tidore menghadiahkan segenap wilayah Maluku dan
Papua ke pangkuan Republik Indonesia.
Sejatinya, orang
Eropa datang ke Ternate dan Tidore untuk mencari rempah-rempah, terutama pala
dan cengkeh. Komoditas pala untuk keperluan industri minyak dan kecantikan
sementara cengkeh untuk obat-obatan dan bahan pengawet. Karena pala dan cengkeh
itu sangat mahal harganya, maka tingkat sosial penduduk Eropa kala itu sangat
ditentukan oleh dua komoditas itu.
Rempah-rempah merupakan bagian penting dari sejarah Ternate.
Karena cengkeh dan pala yang tumbuh subur di Ternate dan pulau-pulau
sekitarnya, bangsa Eropa rela berlayar mengelilingi dunia demi tanaman bernilai
tinggi yang konon hanya tumbuh di bumi Maluku. Kini sisa-sisa kejayaan rempah
nusantara masih bisa kita saksikan di beberapa kawasan di Ternate dan Tidore di
mana pohon pala masih bisa dengan mudah kita jumpai. Reruntuhan benteng
Belanda, Portugis, dan Spanyol banyak dijumpai di Ternate dan Tidore membuat
imajinasi melayang ke masa lalu. Membayangkan bagaimana kerasnya persaingan
bangsa Eropa kala itu dalam upaya memonopoli perdagangan rempah di kepulauan
Maluku. (pomo)
Limau Gapi, lambang Kesultanan Ternate |
Benteng Tolukko peninggalan Bangsa Portugis |
Komentar
Posting Komentar