Keakraban Masjid, Gereja, dan Klenteng di Semarang


Pilar utama yang berjumlah 25 di teras utama masjid menyerupai Coloseum


Kubah utama Masjid Agung Jawa Tengah


Sebuah kebanggaan tersendiri memiliki nusantara yang majemuk. Ragamnya suku, ras, dan agama menjadi keunikan dan anugrah bagi kita. Sejenak, indahnya keragaman itu kami nikmati ketika kami mengunjungi Semarang, Jawa Tengah. Di sanalah kami temukan salah satu gambaran luhurnya budaya dan toleransi beragama yang sesungguhnya. Bagi kami, kunjungan ini merupakan wisata religi yang sempurna.

Kekaguman kami senantiasa tercipta tatkala kami menyaksikan langsung betapa indah dan megahnya bangunan Masjid Agung Jawa Tengah. Masjid yang diresmikan pada 2006 ini dilengkapi fasilitas convention hall, kios suvenir, kios makanan, gedung perkantoran, perpustakaan, hotel, hingga menara pandang. Secara arsitektur Masjid Agung kebanggaan warga Semarang dan juga Jawa Tengah ini memiliki keunikan yaitu memadukan arsitektur Timur-Tengah dan Roma tanpa melupakan ciri khas bangunan Jawa.

Gaya Timur-Tengah terlihat dari kubah dan empat menaranya. Sedangkan gaya Jawa terwakili dalam desain tanjung di bawah kubah utama. Sementara itu pengaruh Yunani jelas terlihat pada 25 pilar yang terletak di plaza utama. Pilar-pilar berwarna ungu yang dipadukan dengan kaligrafi itu menyerupai bangunan Coloseum di Roma. Masjid Agung Jawa Tengah juga dilengkapi dengan 6 payung hidrolik raksasa yang bisa membuka dan menutup secara otomatis. Payung raksasa ini mengadopsi arsitektur Masjid Nabawi di Madinah.

Teras depan masjid dengan pemandangan pilar dan payung yang teduh





 



Sejenak menikmati lunpia serta teh poci penganan khas Semarang

Soto Semarang yang nikmat

Pabrik rokok praoe lajar yang berada di kawasan Kota Lama Semarang

Tak jauh dari masjid, terdapat sebuah menara setinggi 99 meter yang disebut dengan nama Menara Asmaul Husna. Menara yang melambangkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah ini dilengkapi dengan lift yang akan membawa pengunjung menuju puncak menara guna menyaksikan keindahan masjid dan kawasan sekitarnya.

Setelah puas menikmati keindahan Masjid Agung Jawa Tengah, perjalanan pun kami lanjutkan menuju sebuah gereja yang legendaris yakni Gereja Blenduk. Berada di jalan yang dulu bernama Heerenstraat di kawasan Kota Lama Semarang gereja ini menjadi landmark  kota atau Koepelkerk yang mulai dibangun pada 1753. Gereja Protestan ini hingga sekarang masih aktif digunakan, dan setiap Minggu selalu dipakai untuk misa kebaktian.

Gereja Blenduk yang keberadaannya terletak di Kawasan Kota lama




Beberapa sumber menyebutkan, Koepelkerk ini merupakan gereja tertua di Jawa Tengah dan salah satu yang tertua di Pulau Jawa. Perancang awalnya tidak diketahui, namun Koepelkerk ini diperbarui secara drastis oleh arsitek W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde pada 1894-1895. Mereka menambahkan pada akhir abad itu dua buah menara. Hasilnya, sebuah karya arsitek yang berimbang dengan komposisi sempurna.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan menuju cagar budaya yang cukup tua yakni klenteng Sam Poo Thay Jin atau disebut juga sebagai Klenteng Sam Poo Kong ataupun lebih dikenal dengan sebutan Gedong Batu oleh warga sekitar. Klenteng Sam Poo Kong merupakan tempat pemujaan pada seorang Laksamana Dinasti Ming (1368-1643) dalam masa pemerintahan Kaisar Yung Lo, yang diutus menjadi duta kaisar ke Nusantara tepatnya ke pulau Jawa, dan mendarat di pantai Semarang pada 1401.

Bangunan inti dari klenteng ini adalah sebuah gua batu dan merupakan tempat utama dari lokasi ini. Gua batu ini dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Hoo beserta anak buahnya saat berkunjung ke Pulau Jawa. Didalamnya, pengunjung bisa melihat patung yang dipercaya sabagai patung Sam Poo Tay Djien.

Kawasan parkiran objek wisata Klenteng Sam poo Kong


Patung Laksamana Cheng Hoo berlatar kuil utama




Klenteng Sam Poo Kong ini telah terkanal hingga ke mancanegara. Bahkan kabarnya merupakan tempat yang telah ditetapkan oleh pemerintah Cina sebagai tujuan wisata bagi pelancong asal Cina. Uniknya tujuan wisata ini kebanyakan oleh warga Cina yang beragama muslim dan atau bernuansa budaya Islam, bukan nuansa budaya Cina yang lekat dengan dupa dan lilin.

Hal ini disebabkan warga muslim Cina dari propinsi Yunan sangat akrab dan mengenal baik serta menyakini bahwa Laksamana Cheng Hoo sebagai panglima perang utusan Cina keturunan Persia yang memiliki latar belakang Islam. Dari kenyataan itulah keberadaan Gedong Batu menunjukkan hubungan erat antar bangsa Asia pada waktu lampau maupun hingga saat ini, dan ini sangat jelas tertulis dalam prasasti yang ada di komplek klenteng. (pomo)

Komentar

Postingan Populer