Minyak kayu putih itu mengingatkan
saya pada Ambon. Aroma dan tampilan botolnya sangat khas. Ditambah kenangan
akan pantainya yang indah, ‘ramah’, dan sunyi, membuat gagal move on.
Mendadak,
Ambon menyelinap dalam alam pikir dan hati kami ketika seorang rekan bercerita
tentang kota ini. Kota sarat sejarah ini ternyata meninggalkan kesan mendalam
dan membuka mata kami tentang Indonesia bagian timur. Awan tebal dan
mendung menyambut kami tiba di Bandara Pattimura. Terasa angin sejuk dan suasana
tenang di sana. Tak ada hiruk pikuk. Sangat rileks saat itu.
Ambon
Manise artinya Ambon yang indah, manis dan cantik. Warga sekitar sering
menyebutnya dengan Amboina. Sejenak kami nikmati udara Ambon yang memang fresh. Selain untuk meng-capture kantor Bea Cukai dan wisata alam
wilayah Maluku, waktu pun banyak kami habiskan untuk berburu kuliner di kota kepulauan
itu.
Dari bandara butuh
waktu setengah jam untuk tiba di pusat kota tempat kami menginap. Pusat kota Ambon ternyata berbeda wilayah dengan
Bandara Pattimura yang berada di jazirah seberang. Memang, Pulau Ambon terdiri
dari dua jazirah besar yang membentuk huruf ‘U’ menyamping, dengan Teluk Ambon yang
eksotis di bagian tengahnya.
Kondisi
jalan yang mulus dan lingkungan yang bersih membuat nyaman penghuni kota.
Selama kami di Ambon, kami tak menemukan tunawisma atau
gelandangan, pengamen ataupun pengemis. Memang, jalanan di sana tidak terlalu
ramai. Namun terlihat bahwa Ambon sudah berbenah diri dan berpotensi untuk menjadi
kota yang akan maju pesat di timur Indonesia.
Jembatan
Merah Putih, jembatan yang menghubungkan dua jazirah tersebut telah beroperasi
setahun lalu. Diresmikan Presiden Joko Widodo awal 2016 membuat waktu tempuh
bandara-kota yang tadinya lebih dari satu jam, dipersingkat kurang lebih setengah jam saja. Kami mencoba makan siang di
sebuah kedai sate kambing Jawa Timur-an milik ‘Pak No’. Rasa dan harga seporsi
satenya ternyata sama seperti di Jakarta, enak dan empuk Rp 40 ribu. Kami pun
sempat mencoba papeda, makanan khas Indonesia timur. Opak Ambon juga tak kalah
gurih kami santap.
Riqhi,
teman baru kami di Ambon, dengan semangat langsung menyusun daftar tempat yang
akan dikunjungi dalam beberapa hari ke depan. Kebanyakan turis asing berkunjung
ke Ambon untuk bersnorkeling atau menyelam menikmati keindahan bawah
laut di pulau-pulau eksotik Maluku. Tapi kali ini tujuan kami adalah menikmati
suasana kota, mencoba kulinernya, menyusuri pulau dan mencari cinderamata yang unik.
Ambon
merupakan potret kota yang plural karena ada beberapa etnis di sini: Alifuru
(asli Maluku), Jawa, Bali, Buton, Bugis, Makassar, Papua, Melayu, Minahasa,
Minang, Flobamora (suku Flores, Sumba, Alor dan Timor) dan orang-orang
keturunan asing (komunitas peranakan Tionghoa, komunitas Arab-Ambon, komunitas
Spanyol-Ambon, komunitas Portugis-Ambon, dan komunitas Belanda-Ambon).
Di
Ambon tidak ada taksi, hanya ada angkot, becak dan ojek. Kita bisa menyewa
mobil jika ingin mobilitas di sini lebih nyaman. Becak dan ojek mudah ditemui
di setiap tempat. Kami menyusuri jalanan yang masih sepi di pagi hari. Di sini
jam 6 pagi masih terasa gelap. Singgah di pasar tradisional Mardika yang
suasananya tidak berbeda jauh dengan pasar-pasar tradisional di tempat lain.
Sepulang
dari pasar kami singgah di Lapangan Merdeka kebanggaan warga Ambon. Taman
nan luas di depan kantor Gubernur. Ada patung Pattimura di taman ini. Seperti yang
kita pelajari dari pelajaran sejarah di bangku SD dulu, Pattimura adalah
pahlawan Ambon yang dihormati. Nama aslinya Thomas Matulessy, yang memimpin
pemberontakan melawan Belanda pada tahun 1817 dan berhasil menduduki benteng di
Pulau Saparua.
Konon,
semua tentara penjaga benteng itu terbunuh kecuali seorang anak Belanda berusia
6 tahun. Karena menyelamatkan nyawa anak kecil ini, Matulessy diberi nama
Pattimura oleh warga setempat. Pattimura artinya orang yang baik hati. Satu hal
yang menarik adalah hampir semua tugu, patung ataupun taman dijadikan
sebagai objek monumental. Patung, benteng, dan monumen itu sampai sekarang masih terawat dengan rapi. Rupanya ungkapan
‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya’ terasa
sangat bermakna disini.
Kemudian kami menyambangi
Masjid Al Fattah berada di Jl. Sultan Baabullah pusat kota, tidak
jauh dari pelabuhan Ambon. Setelah itu, kami pun meluncur melongok pelabuhan
berpantai indah itu.
Penat
dengan suasana kota, keesokan harinya kami segera meluncur ke Pantai Lubang
Buaya yang terkenal cantik. Pagi menjelang sore tak terasa waktu kami habis di sana. Tak ada
listrik dan sinyal HP di sana. Kami hanya memandang laut berbatas langit yang
indah. Terumbu karang dan kawanan ikan nemo dengan air laut nan transparan
elok dipandang mata. Anak pantai berlarian bermain bola. Jepretan kamera tak
terhitung lagi. Puas-puasin dah…
Hampir
seminggu kami di Ambon, waktu terasa berputar lebih lambat. Makna dari sebuah
perjalanan berbeda untuk setiap orang. Namun bagi kami sebuah perjalanan adalah recharge energi, hati dan
pikiran. Terbukti, sepulang dari Ambon kami membawa setangki penuh energi. Energi baru,
kesan baru, satu bab tambahan dalam lembar kehidupan yang akan menjadi kenangan
baru. (pomo)
|
Minyak Kayu Putih Ambon |
|
Potret Bung Hatta ketika di Kepulauan Maluku |
|
Pantai Lubang Buaya Morela Ambon |
|
Patung Pattimura di Lapangan Merdeka Kota Ambon |
|
Suasana pembekalan dari Ibu Finari Manan, Kepala Kanwil Bea Cukai Maluku |
|
Siang yang mendung di Pantai Lubang Buaya Morela Ambon |
|
Penulis berpose di landmark Kota Ambon |
|
Pantai pelabuhan nelayan di belakang Pasar Merdika Kota Ambon |
|
Suasana di pelabuhan nelayan belakang Pasar Merdika Kota Ambon |
|
Bersantai sejenak setelah sekian lama melaut |
|
Pedagang ikan di Pasar Tradisional Merdika Kota Ambon |
|
Ikan segar khas Kota Ambon |
|
Suasana di Pasar Merdika Kota Ambon |
|
Gerbang masuk Pelabuhan Ambon |
|
Anak SMU beristirahat setelah mengikuti Upacara Hari Guru di Lapangan Merdeka Kota Ambon |
|
Berpose sejenak di Lapangan Merdeka Kota Ambon |
|
Ibu guru nya pun tak kalah saing, ikut berpose juga |
|
Pemandangan Pelabuhan Ambon menghadap Jembatan Merah Putih |
|
Jembatan Merah Putih Kota Ambon |
|
Sampan merapat di Pantai Lubang Buaya Morela Ambon |
|
Pelabuhan Ambon |
|
Suasana di depan Pasar Tradisional Merdika Kota Ambon |
Komentar
Posting Komentar